Senin, 29 April 2013

INDONESIAN FILM DAY

30 Maret 2013, tepat pada jam 10.30 WIB saya terbangun, reflek tangan langsung membuka twitter. Pada timeline saya ada om didi petet memberikan ucapan selamat pada dunia film Indonesia. Tepat pada pagi ini saya bangun ternyata adalah hari film Indonesia. Kemudian saya sempat merenung, hal apa saja yang muncul di pikiran kita ketika mendengar perfilman Indonesia?. Ada yang berpendapat bahwa film Indonesia tidak mencerminkan kualitasnya pada hari ini, bahkan beberapa teman berpendapat tidak ada bagus-bagusnya. Memang jika kita tela’ah bersama pada beberapa tahun  ke belakang, dunia film Indonesia nampaknya mengalami kemunduran. Film-film yang marak berkembang adalah film ber-genre horor-komedi. Kalau di lihat dari sudut pandang pendidikan mugkin kurang mendidik, dan tetunya kurang menginspirasi penontonya. Tidak heran masyarakat sempat kurang simpatik kepada dunia perfilman sekitar beberapa tahun kemarin.

Keadaan tersebut membuat masyarakat lebih tertarik menonton film-film luar, baik mandarin,bollywood, maupun hollywood. Pertanyaanya adalah, adakah film Indonesia yang masih memberikan ruang insprasi,mendidik, dan juga memiliki makna bagi penontonya?. Saya rasa ada, bahkan banyak di mulai pada awal tahun 2011. Banyak film-film yang berkualitas dari sisi manfaat bagi penontonya selain di jadikan sebagai sarana hiburan. Contohnya adalah Negeri 5 Menara, Soe Hok Gie, Tanah Surga (Katanya),The Raid,5 cm dan lain-lain.

Film bagi saya bukan hanya menjadi sarana hiburan semata, terlebih dari itu adalah bagaimana kita (sebagai penonton) dapat memaknai cerita pada film tersebut. Film semestinya menjadi salah satu media pendidikan, penyampaian pesan moral, dan kritik. Negeri 5 Menara contohnya, mengisahkan 5 orang sahabat dimana masing-masing memiliki cita-cita tinggi. Pada film tersebut menyiratkan bagi siapa saja yang memiliki kemauan dan bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan atau meraihnya. Soe Hok Gie, sebuah film diambil dari kisah nyata seorang pemuda pada masa era 50-69an. Dimana ia memiliki ideologi yang sangat kuat untuk membicarakan kebenaran lewat tulisan-tulisanya demi keadilan bangsa Indonesia yang ditindas oleh penguasa. Tanah Surga (Katanya) menceritakan daerah terpinggir di kalimantan terletak pada perbatasan Indonesia-Malaysia. Dapat kita ambil dari film tersebut adalah semangat nasionalisme serta mencerminkan ketimpangan pembangunan pada negeri kita ini.

Film-film di atas adalah sebuah bentuk bukti nyata dari dunia film Indonesia bahwa hari ini Indonesia pun bisa memberikan suguhan atau tontonan yang berkualitas untuk masyarakatnya. Hanya saja kadang masyarakat secara luas belum mengetahui film Indonesia mana saja yang patut kita tonton dan kita banggakan. Boleh lah kita sesekali menikmati tontonan-tontonan produksi film dari luar. Tapi bukan menjadikan alasan untuk tidak mau mencintai produk film dari Indonesia sendiri.

Point saya terakhir adalah, semoga masyarakat Indonesai secara luas dapat menikmati film-film yang ada sekarang. Realita nya penikmat film Indonesia ataupun film luar hanya dapat di nikmati oleh kalangan pengunjung mall saja (kalangan menengah atas).  Apalagi pada daerah-daerah terpencil di luar Jakarta,  mereka harus sabar menanti film yang baru di realist 1 atau 2 tahun lagi menunggu di tayangkan pada stasiun televisi (Itupun jika di tayangkan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar