Kamis, 13 Juni 2013

Romantika Masa Lalu



"Esih penak jamanku to?" 

Banyak dari pembaca sekalian yang mungkin sering melihat kalimat seperti di atas di jejerang media sosial, display picture bbm, bahkan lukisan di belakang truck barang. Kalimat yang di kaitkan dengan zaman orde baru yaitu kepimimpinan presiden kita kedua Soeharto. "Masih enak jaman saya kan?" jika kalimat di artikan ke bahasa Indonesia. Memang pandangan tersebut sah-sah saja. Tapi apakah munculnya presepsi seperti itu dari masyarakat menandakan bahwa reformasi kita gagal sehingga tidak di rasakan dampak kebermanfaatan yang berarti di bandingkan masa orde baru?. 

Sedangkan survei yang telah di lakukan Indo Barometer mengatakan bahwa masa orde baru lebih baik. Di lihat dari berbagai bidang termasuk bidang ekonomi sekitar 53% responden menyatakan era orde baru lebih baik dari reformasi. Memang sangat di sayangkan rasanya apabila langkah pembenahan orde baru ke reformasi dirasa tidak memberikan dampak yang berarti dari berbagai bidang. Pandangan skeptisme yang terbentuk mungkin di sebabkan salah satunya dengan semakin terkuaknya kasus korupsi yang semakin subur dan mengakar dari hulu ke hilir. Kasus-kasus korupsi yang menyebar luas faktor penyebabnya di anggap produk reformasi itu sendiri yaitu otonomi daerah. Otonomi daerah di artikan tidak sesuai dengan tujuan awal yaitu memberikan otoritas lebih kepada setiap daerah masing-masing untuk pemerataan pembangunan di berbagai sektor. Justru berbalik, otonomi daerah malah memberikan ruang lebih bagi kepala daerah untuk melakukan korupsi dengan wewenang lebih yang sekarang mereka miliki. Barangkali anggapan-anggapan tersebut dimiliki oleh beberapa pihak saja.

Semoga sikap skeptis tersebut tidak dimiliki oleh semua pihak, saya pribadi termasuk tidak sepakat dengan argumentasi bahwa era orde baru lebih baik dari reformasi. Dengan reformasi kita di ajak bersama-sama untuk belajar dan terlibat dalam pembenahan bangsa. Demokrasi yang merupakan komponen dari tujuan reformasi mencerminkan bahwa kedaulatan sepenuhnya di tangan rakyat Indonesia. Rakyat diajak untuk ikut serta dalam proses pemilihan pemimpin negara secara langsung. Melalui proses demokrasi itulah masyarakat mendapat pembelajaran yang berarti dalam menentukan nasib Indonesia kedepan. Melihat tren yang terjadi sekarang, masyarakat dalam memilih tidak lagi melihat apa warna partainya. Masyarakat sudah mampu menilai figur pemimpin yang tepat untuk daerahnya. Terbukti dengan kemenangan Jokowi pada pemilukada lalu, dimana sosok Jokowi yang lebih dilihat daripada partai pengusungnya. Hal ini barangkali menjadi angin segar bagi proses demokrasi kita di era reformasi.

Apabila korupsi yang meluas merupakan hasil dari otonomi daerah yang tidak lain adalah produk reformasi, maka ada bijaknya kita menelaah lebih jauh permasalahan korupsi tersebut. Indonesia memang kategori negara terkorup di dunia, tapi bukan berarti fenomena tersebut di karenakan era reformasi. Justru tindakan KKN sudah ada di era orde baru, bahkan di era orde lama juga banyak tindakan yang merugikan rakyat tersebut. Hanya saja baru setelah era reformasi, setelah kebebasan berpendapat sangat di kedepankan dan media massa dengan leluasa memberitakan kejadian-kejadian korupsi yang telah terbongkar. Sehingga media massa menjadi penyambung lidah di masyarakat Indonesia. Kebebasan pers baru saja di raih setelah kita memiliki era reformasi. Pada jaman sebelumnya, pers benar-benar di awasi oleh pemerintah. Mirisnya lagi apabila mereka membongkar kebobrokan pemerintah pada waktu itu, pemerintah dengan mudah membredel media massa tersebut. Jika di artikan maka yang menjadi pembeda dalam kasus korupsi di era orde baru dan reformasi adalah transparasinya. Reformasi menawarkan transparansi yang lebih luas, kasus korupsi sekecil apapun di beritakan sampai ke pelosok negeri. Berbeda dengan orde baru, semuanya serba tertutup dan pemerintaha seolah terlihat bersih dari tindakan tercela tersebut karena tidak ada media massa yang berani membeberkanya ke publik.

Orde baru memang membawa kita kepada romantika yang dikenal dengan "Macan Asia". Kita bersama mengakui dimana pada waktu itu Indonesia sangat meningkat dalam pembangunan di berbagai sektor termasuk pada sektor ekonomi. Akan tetapi, apakah itu berarti ekonomi kita tidak sehebat zaman orde baru?. Saya rasa tidak. Sekarang ini terlepas dengan kekurangan yang kita alami, bangsa Indonesia memiliki kabar baik pada sektor ekonomi. Bahwa pertumbuhan ekonomi 3 tahun belakangan ini berada di kisaran 6% lebih. Yang berarti di atas rata-rata dunia yang hanya 3-4% saja. Menurut World Investmennt Prospect Survei 2008-2012. Indonesia masuk dalam daftar 10 besar negara menarik di dunia untuk investasi. Data tersebut menandakan bahwa Indonesia memang sedang di atas angin dalam bidang ekonomi. Bahkan beberapa ramalan menyatakan Indonesia ada tahun 2020 menjadi salah satu negara termakmur di dunia. Realitas yang terjadi sekarang dan prediksi ke depan mengenai bangsa Indonesia di harapkan menjadi salah satu penggunggah generasi muda Indonesia. Dengan tidak menyesalkan reformasi karena terlalu dalam masuk dalam romantisme masa lalu di orde baru. Untuk itu, semua elemen harus bisa melihat jangkauan pandangan ke depan, bukan lagi menengok ke belakang agar kemudian hari tidak terulang lagi 4 korban mahasiswa pada waktu itu dan semoga darah 4 syuhada itu tidak sia-sia.


Jumat, 07 Juni 2013

Pak Tua Peminum Arak dan Pak Faisal "Raja Neon Box"

Gambar Ilustrasi

Tidak seperti biasanya, saya iseng main ke pusat percetakan di senen. Sekitar jam 22.00 WIB saya berangkat dari kosan. Ternyata memang pada malam hari, banyak pegawai-pegawai percetakan disana yang meluangkan waktunya untuk sekedar kongkow menghilangkan penat setelah seharian mereka bekerja. Rata-rata dari mereka lebih tua dari saya, bahkan ada kakek yang berumur 64 tahun ikut nimbrung. Kami berkumpul di ruko kecil yang dindingnya terbuat dari kayu tipis dan atap yang sudah mulai keropos dengan lantai sekedar beralaskan tikar sederhana di temani suasana dingin nya hujan pada malam itu. Meskipun nampak sangat sederhana dan alakadarnya, tidak mengurangi kehangatan suasana perbincangan kami.

Ada 4 orang yang bergabung dalam obrolan itu, diantaranya ada mas Bidin (pegawai percetakan), pak Faisal (pemilik usaha neon box), pak Yayan (perantara sewa ruko di kawasan senen), dan saya sendiri. Mas Bidin orangnya sangat santun dan ramah, saya sudah cukup lama mengenalnya bahkan sering membantu pekerjaan saya jika saya sedikit kualahaan. Kemudian pak Faisal adalah pengusaha neon box yang dahulu sempat menjadi "raja neon box" di Jakarta, mungkin berumur sekitar 45 tahunan. Yang terakhir adalah pak Yayan, kakek yang menurutnya sudah berumur 64 tahun. Hanya mas Bidin yang sudah cukup lama saya kenal, untuk pak Faisal dan pak Yayan kebetulan saya baru mengenalnya.

Obrolan awal yang mendominasi pembicaraan adalah pak Faisal, beliau menceritakan jatuh bangun dalam berwirausaha. Dari masa kejayaanya di tahun 90an sampai usahanya jatuh ketika dampak krisis moneter di 98 dan benar-benaar gulung tikar di tahun 2000 karena beberapa faktor lainya. Beliau awalnya adalah seorang tamatan SMA yang berasal dari keluarga sederhana. Semenjak lulus SMA, ia mulai bekerja di toko milik pamanya di daerah mangga besar. Namun hanya bertahan setahun saja. Pak Faisal memutuskan untuk membuka usaha neon box dengan hanya bermodal karyawan 1 orang dan memiiki beberapa kawan yang menjadi pengusaha las. "Saya dari awal tidak punya apa-apa dek, cuma modal ingin maju dan mensejahterakan keluarga. Orang setiap hari kerjaan saya mencari bangunan baru untuk menawarkan neon box. Dari awalnya saya cuma 1 orang karyawan sampai akhirnya memiliki 100 orang karyawan." ungkapnya. Namun sayangnya, usaha beliau sekarang telah gulung tikar, yang saya kagumi dari dirinya adalah semangat untuk bangkit meskipun sekarang dalam kondisi terpuruk. Sekarang pak Faisal sedang merintis kembali usaha neon box nya, beberapa ungkapan lain yang saya ingat adalah "intinya orang usaha itu sabar aja dek, yang penting tetep usaha, rejeki semua sudah ada yang ngatur asalkan jangan berhenti usaha".
Nampaknya beliau bisa  saya jadikan navigator saya dalam menjalani bisnis. Sangat mengagumkan kerja kerasnya terlepas dari kegagalan dalam berwirausaha. 

Kemudian ada pak Yayan (64), seorang kakek tua yang gemar meminum arak. Awalnya saya  agak meragukan beliau dikarenakan kebiasaanya yang saya rasa kurang etis. Tapi tunggu dulu, saya ingat perkataan teman saya "Kalo mau jadi pemimpin jangan membatasi pergaulan, jangan mengikuti arus dan jangan melawan arus. Tapi kendalikan arusnya". Yah... saya sangat sepakat dengan penuturan kawan saya itu. Saya mencoba untuk tidak membatasi pergaulan saya, karena pada hakikatnya kita belajar dengan siapa saja dan dimana saja. Lantas, pembelajaran apa yang bisa saya ambil dari seorang pak Yayan ini?. Saya ikuti alur pembicaraanya, awalnya beliau membicarakan tentang filsafat. Sedikit kaget dan bertanya-tanya mengapa beliau begitu paham mengenai filsafat. Karena tidak ingin mengganggu ia berbicara saya hanya mendengarkanya saja. "Kebenaran mutlak itu ngga ada, kebenaran mutlak itu hanya milik Allah" tuturnya. Saya sedikit ragu ungkapanya benar-benar di resapi atau sekedar ngablu karena pengaruh arak. Tapi yasudahlah.. mari mendengar kembali. 

Karena bahasan filsafat sangat panjang dan tidak mungkin saya tuliskan semua disini, saya lanjut membahas obrolan kedua yaitu tentang retorika. Beliau bercerita semasa muda yang gemar berdebat, yang pada intinya banyak orang pintar tapi keseleo karena tidak bisa retorika. Dirinya mengakui bahwa tidak terlalu banyak wawasan di bandingkan dengan kawan yang lainya. Tetapi karena ia bisa beretorika dengan baik, maka di anggap memiliki wawasan yang luas dan tidak kalah saing dengan kawan-kawan yang lainya. "Kalo kamu ahli di bidang ekonomi, dan sedang berdebat dengan orang ahli hukum, jangan pernah terbawa pembicaraan ke ranah hukum yang terlalu jauh. Batasi pembicaraanya, kamu ambil kendalinya dan kembalikan ke ranah ilmu yang kamu ketahui. Itu salah satu teknik retorika". Tidak saya sangka awalnya, mengingat dari penampilan dan kebiasaan beliau yang terkesan (mohon maaf) bisa dibilang "urakan".

Pak Yayan selalu menuturkan bahwa jangan pernah melihat seseorang dari sekelebatan mata saja. Pahamilah orang yang baru anda kenal, baru dapat menyimpulkan. Beliau juga tidak menganjurkan saya mengikuti jejaknya yang hobi meminum arak. Saya ingat, berkali-kali beliau mengingatkan saya untuk tidak mengikuti kebiasaan buruknya. 

Penyesalan memang datang di akhir, begitu juga yang di alami pak Yayan. Pada tahun sekitar 1980an, pak Yayan memiliki 15 ruko yang masing-masing waktu itu di jual dengan harga Rp.7.000.000,00. Namun sayangnya 15 rukonya sudah habis terjual. Saya pun bertanya, "Untuk apa pak itu ruko dijual semua?". Singkat cerita, 15 ruko yang dimiliki oleh pak Yayan adalah warisan dari orang tuanya. Karena kebiasaanya bermain judi dia rela menjual rukonya untuk mengikuti judi yang marak pada waktu itu. Satu per satu rukonya di jual untuk bermain judi, yang akhirnya sudah habis tak tersisa di tahun 2013. Beliau sangat menyesalkan karena akhirnya tidak memiliki apa-apa pada masa tuanya. Terlebih lagi, ruko yang ia jual beberapa puluh tahun yang lalu harga sewa pertahunnya sekarang Rp.25.000.000,00. Jumlahkan saja nominal 25.000.00,00 x 15 ruko = Rp.375.000.000,00. Artinya jika Pak Yayan mempertahankan rukonya  sampai sekarang, pendapatan Pak Yayan per tahun senilai Rp.375.000.000,00 atau Rp.31.000.000,00 per bulan. 

Memang sangat di sayangkan. Tetapi semua sudah berlalu dan tidak akan kembali dengan sekejap mata. Ada bijaknya jika kita sebagai kaum muda dapat memetik pembelajaran dari orang lain tanpa harus mengalaminya. 

Point-point yang dapat saya ambil sebagai pembelajaran dari mereka adalah Pak Faisal si pekerja keras yang dapat di jadikan teladan bagi saya. Semangat yang dimilikinya tidak diragukan, terlebih mental bajanya yang tidak pernah lelah untuk bangkit dari keterpurukanya. Pak Yayan, kakek berusia 64 tahun ini ternyata memiliki segudang pembelajaran. Tetapi yang paling penting adalah, JANGAN PERNAH MERAGUKAN ORANG LAIN KARENA PENILAIAN SINGKAT DAN MENILAI DARI PENAMPILAN LUARNYA SAJA. Hal tersebut yang harus saya tanamkan dalam kehidupan saya menjalani kehidupan sosial.

Hal lainya adalah, jangan pernah menyia-nyiakan apa yang kita punya sekarang, maksimalkan apa yang ada. Karena insya Allah orang yang sukses dari segi apapun adalah orang yang dapat memulai dari apa yang ia miliki.

Semoga dapat menjadi bahan inspirasi dari pengalaman saya di atas, dan dapat bermanfaat untuk teman-teman pembaca.